Friday, 26 October 2018

Wanita yang Pernah Di Hianati , Hatinya Bisa Lebih Tegar dari Karang


***
Aku adalah satu dari banyak perempuan yang pernah terluka hatinya. Aku berantakan sejak ditinggalnya beberapa minggu lalu, semua terasa menyesakkan kala namanya terlintas di pikiranku.
Dia adalah laki-laki yang sukses membuat perempuan berhati dingin ini mencair kemudian membuatnya beku mati rasa. Sejak dulu, aku terbiasa bergaul dengan lawan jenis, pembawaanku yang cuek sebagai perempuan, mudah bergaul dan berbeda dari perempuan biasanya membuat teman laki-laki merasa nyaman ketika aku berada di antara mereka.
Banyak di antara mereka yang menganggap aku adalah orang yang tepat untuk berkeluh kesah, beberapa muncul perasaan istimewa namun aku tak menghiraukannya, dan mereka terima dengan sikapku yang acuh atas apa yang mereka rasakan. Iya aku tak ingin merusak pertemanan dengan rasa yang lebih jauh, terkubur lah semua, dan mereka yang menyimpan rasa untukku tetap bersamaku, aku tak pernah meninggalkan mereka, aku ada untuk mereka.
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/anne sprattIlustrasi./Copyright unsplash.com/anne spratt 
Hingga suatu hari aku bertemu dengannya, yang berusaha keras menaklukkan hatiku. Ketika itu aku tak roboh, seberapa pun dia memintaku untuk mencoba menjalin hubungan dengannya, aku tak bergeming. Aku tetap berada di antara kesulitannya, tanpa memberi harapan apa pun. Kukatakan padanya bahwa aku tak bisa menjalani hubungan tak jelas, jika ingin memulainya, maka aku tak bisa bertahan lama. “Datanglah ke rumah dan bicara pada bapak,” kataku. Dia mengiyakan permintaanku, dia sangat meyakinkan.
Sejak bertemu denganku, sejak dia belum begitu akrab mengenalku dan belum menyimpan perasaan apapun untukku, dia selalu memenuhi apa pun permintaanku, permintaan yang notabenenya untuk mendongkrak karier yang sedang ia rintis. Dia merasa aku orang yang tepat, cara berpikirku berbeda dengan perempuan yang pernah ia temui. Katanya, "Aku tidak mengerti kenapa setiap kalimat yang kamu ucapkan seolah menghipnotisku untuk segera kulakukan," dan aku tak merasa istimewa dengan pujiannya itu.
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/kevin kristhianIlustrasi./Copyright unsplash.com/kevin kristhian 
Semakin aku mengenalnya semakin berbeda rasa di hatiku, dia seperti melengkapi semua yang tidak aku tahu. Iya, kami saling melengkapi, aku tahu dia tidak. Dia tahu aku tidak. Di sisi lain kami saling menyempurnakan. Seni yang mempersatukan aku dengannya. Banyak hal yang kami lalui, hingga muncul lah keyakinan, untuk pertama kalinya aku yang sangat tertutup pada orangtuaku memberanikan diri untuk bercerita tentangnya, sontak keluargaku kaget.
Seberani itu aku menceritakannya pada keluarga. Mereka bertanya kapan dia datang? Kusebut tanggal dimana dia akan berkunjung ke rumah. Hubungan kami semakin dekat, aku berada di sela kesibukannya, begitu pun dia. Berbicara lewat telepon berjam-jam hingga saling tertidur tanpa memutuskan sambungan. Banyak hal yang tak bisa kulupakan dengannya, termasuk janji dan semua permohonan untuk tidak pernah berpaling darinya.
Hingga tiba suatu hari tanpa badai tanpa angin dia bicara soal perjodohan yang dilakukan ibunya. Awalnya dia seolah sedih dan marah pada keadaan, dia bermain drama dengan epik, namun dia salah jika memainkan peran di hadapanku. Aku tahu, aku sedang dipermainkan, dibodohi, dibohongi namun hatiku berkali-kali menyangkalnya. Aku hanya sedang mencari di mana letak kebohongannya. Aku terus mencari tahu, terus berdoa agar semua bertemu jalannya. Berhari-hari aku menangis, terluka, kehilangan selera makan, tidur berantakan pekerjaan berserakan semua dibuatnya kacau.
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/zohre nematiIlustrasi./Copyright unsplash.com/zohre nemati 
Lalu kapan aku menyudahi kebodohanku? Ketika aku tersungkur di hadapan Allah-ku, aku menyangkal prinsipku untuk tidak menjalin hubungan sebelum akad, aku menyadari kesalahanku. Sepuluh hari tanpa kepastian, namun kita tetap berhubungan meski dia mulai mengacuhkan. Akhirnya aku menyadari perlahan kubaca semua alurnya, memahami setiap kalimat yang ia tulis, seolah ingin tapi tak ingin, seolah mempertahankan padahal memaksa ingin dilepaskan.
Dia memanipulasi keadaan agar tangannya tetap bersih dalam hubungan. Oh aku tahu dia kembali pada masa lalunya. Dia meninggalkan aku untuk perempuan yang pernah mampir dalam hidupnya, dia membuat drama yang luar biasa. Padahal jelas pernah kubilang bahwa tinggalkan saja aku jika dia tak lagi mencintaiku, jelaskan saja padaku jika ada orang lain di hidupmu. Itu akan lebih mudah untukku melupakanmu. Tapi dia membungkusnya dengan sandiwara. Membuatku limbung dengan rasa cintanya yang seolah nyata.
Kapan aku bisa melupakannya? Tidak, ini bukan sebuah usaha melupakan, ini caraku untuk membiasakan, terbiasa tanpanya seperti saat dia belum datang dalam hidupku. Dia membuatku merasa dicintai biarpun rasa itu cuma pura-pura. Dia hanya penasaran dengan kepribadianku, dia memuaskan keingintahuannya. Baginya menaklukkanku adalah prestasi. Biarlah.
Pertanyaan terbesar dalam benakku hingga saat ini adalah, kapan aku akan berhasil membiasakan hidup tanpanya lagi? Aku belum menemukan jawabannya, sebab hatiku kosong, jangankan cinta benci pun tak ada.
Kubiarkan semua, tak ada dendam, aku hanya berharap dia benar dengan pilihannya, dan aku akan bahagia dengan hidupku yang sekarang. Dia telah membuang percuma rasa cintaku, dia mempermainkan hati yang tulus untuknya, maka dia akan merasakan betapa cintaku akan mengusik ketenangannya. Bukan aku yang akan membalas, tapi rasa bersalahnya yang akan membuat hidupnya berantakan, membuatnya bahkan tak sanggup berkaca, karena bayangan pun enggan menatap wajahnya.
Kapan waktunya tiba? Ketika dia menggantikan posisiku, mencintai dengan sangat tapi dibuang secepat kilat. Bukan doa buruk sayang, karma bagiku tak ada, tapi sistem tanam tuai tidak pernah lenyap di muka bumi.

**
Copyright by Wanita yang Pernah Di Hianati Hatinya Bisa Lebih Tegar dari Karang  (Vemale. com)

Thursday, 25 October 2018

Ketika Dunia Belum Sepicik Itu


‌Aku ngerasa hidup aku udah berhenti  ketika itu. Ketika wanita yang bergelar "Ibu" sudah pergi untuk selamanya. Ketika aku udah ngerasa nyaman sama diri aku dan umur aku yang belum terlau tua ketika itu. Ketika aku terbangun dan menyadari bahwa orang yang kucintai telah meninggalkan ku demi orang lain. Ketika memutuskan untuk tidak perduli dengan omongan buruk tetangga. Ketika aku mulai suka membaca dan menulis. Ketika aku mulai mengolesi buku-buku. Ketika dunia masih belum sejayus sekarang. Ketika dunia menawarkan sejuta keindahan palsu. Ketika dunia masih menarik di mata aku. Ketika orang- orang masih punya keunikanya sendiri dan gak sejahat sekarang. Ketika aku belum sadar kalo dunia sepicik itu. Ketika orang yang ku cintai sanggup melukaiku dari belakang. Ketika aku baru tau ada wanita ingin bahagia dengan merebut kebahagiaan wanita lain. Ketika aku mulai terbiasa dengan keheningan dan kesendirian. Ketika aku mulai suka tempat sepi daripada banyak kerumunan orang. Ketika aku mulai berfikir dulu sebelum berbicara. Ketika aku masih ngerasa semua warna itu munafik dan sekarang cuma warna hitam yang menarik untuk aku. Ketika segala hal masih terasa orisinil. Ketika aku lebih nyaman dengan beberapa teman tapi setia daripada banyak teman tapi bermuka dua. Ketika aku mulai sadar rasa tulusku di  balas dengan penghianatan. Ketika aku sadar orang setia belum tentu pasangannya juga setia. Ketika yang aku tau kopi adalah minuman yang paling enak ketika dinikmati tanpa ngebuat asam lambungku naik seperti sekarang. Ketika aku masih bisa ngajak orang ngobrol tanpa tau sebenarnya dia suka apa tidak. Ketika aku cuma tau teman adalah kawan dan bukan lawan yang belum menyerang. Ketika aku cuma tau kalo semua orang itu baik dan aku gk tau 'ketika itu' tepatnya kapan.
‌Sekarang yang aku tau dan hal yang ngebuat aku masih asik jalanin hidup aku dan yang menurut aku menarik dalam hidup aku cuma Keluarga, pacar , sahabat, koleksi buku-buku ku tanpa peduli dengan omongan kosong para pembenci 💙